Berdasarkan kaidah peniruan merek yang ditemukan dalam UU Merek sebagaimana telah dimuat pada artikel sebelumnya dapat diketahui beberapa asas hukum terkait peniruan merek. Menurut Bellefroid asas hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap sebagai aturan-aturan yang lebih umum (Mertokusumo, 1996). Pendapat ini sesuai dengan Notohamidjojo (1975) yang mengatakan bahwa asas hukum merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat. Namun demikian asas hukum terlalu umum untuk dapat berperan sebagai pedoman bagi perbuatan, karena itu asas hukum harus dikonkretisasi (Bruggink dan Sidharta, 1999). Jadi asas bukanlah hukum, namun tidak ada hukum yang dapat dimengerti tanpa asas-asas itu (Scholten, yang diterjemahkan oleh Hartono dan Mertokusumo; 1993).
Asas hukum menurut luas berlakunya dapat dibedakan menjadi dua yaitu asas hukum umum dan asas hukum khusus (Mertokusumo, 1996). Asas hukum umum ialah asas hukum yang berhubungan dengan seluruh bidang hukum. Asas hukum khusus adalah asas hukum yang berfungsi dalam bidang yang lebih sempit, atau dengan kata lain dalam bidang hukum yang lebih khusus. Lebih lanjut dikemukakan bahwa menurut Scholten terdapat asas hukum yang bersifat universal yang berlaku kapan saja dan dimana saja yaitu asas kepribadian, asas persekutuan, asas kesamaan, asas kewibawaan dan asas pemisahan antara baik dan buruk.
Salah satu fungsi ilmu hukum adalah menyelediki dan menemukan asas hukum yang terdapat dalam hukum positif (Loudoe, 1985). Jadi asas hukum sebagai pikiran dasar peraturan konkrit pada umumnya bukan tersurat melainkan tersirat dalam kaidah atau peraturan konkrit (Mertokusumo, 1996).
Mendasarkan pada uraian diatas, akan dicari asas/prinsip hukum mengenai peniruan merek dengan mencari melalui apa yang tersirat dalam UU Merek dan putusan hakim tentang peniruan merek.
Asas hukum umum
Seperti telah disebutkan diatas yang dimaksudkan asas hukum umum disini adalah apa yang disebut Scholten sebagai asas hukum yang berlaku secara universal. Untuk itu akan dicari asas hukum yang bersifat universal tersebut dalam kaidah peniruan merek seperti telah diuraikan sebelumnya.
Pertama, asas kepribadian. Asas ini menunjuk pada pengakuan kepribadian manusia, bahwa manusia adalah subyek hukum, penyandang hak dan kewajiban (Mertokusumo, 1996). Lebih lanjut dijelaskan bahwa tata hukum bertitik tolak pada penghormatan dan perlindungan manusia. Jika dihubungkan dengan kaidah peniruan merek yang telah diuraikan diatas, maka asas ini nampak pada rumusan kaidah implisit yang terkandung dalam pasal 4 UU Merek yang mengatakan bahwa pemilik merek yang akan mendaftarkan merek miliknya harus memiliki itikad baik. Lebih lanjut nampak seperti dijelaskan dalam pasal 6 UU Merek, bahwa merek yang didaftarkan dengan itikad tidak baik dari pemiliknya harus ditolak permohonan pendaftarannya. Melalui kedua kaidah tersebut diatas, diketahui adanya pengakuan dan penghormatan terhadap kepribadian manusia, dalam hal ini adalah pemilik merek juga perlindungan terhadap kepribadian manusia tersebut. Dengan demikian dikatakan asas kepribadian merupakan salah satu asas mengenai peniruan merek yang terdapat dalam UU Merek.
Kedua, asas persekutuan. Asas ini menghendaki adanya kehidupan bermasyarakat yang tertib, aman dan damai (Mertokusumo, 1996). Terkait dengan peniruan merek, asas ini nampak dalam seluruh kaidah yang ada sebagaimana telah disebutkan diatas. Mengenai hal tersebut dijelaskan sebagai berikut, pasal 4 mengatur bahwa pendaftar hak atas merek haruslah memiliki itikad baik. Itikad baik diperlukan supaya tercipta ketertiban dan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat. Jika seluruh pendaftar merek memiliki itikad baik, maka tidak ada pihak yang akan merasa terganggu dengan keberadaan merek milik pihak lain.
Asas persekutuan juga nampak pada kaidah dalam pasal 6 mengenai merek yang harus ditolak permohonannya apabila memenuhi syarat tertentu sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu. Adanya ketentuan ini juga mengindikasikan adanya keinginan untuk menciptakan ketertiban dan kedamaian dalam kehidupan bermasarakat. Adanya perasaaan aman bagi pemilik merek terdaftar bahwa jika ada merek yang akan didaftarkan dan memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek miliknya, maka merek tersebut akan ditolak.
Selanjutnya asas persekutuan nampak dalam kaidah pasal 76 yang mengatur mengenai hak mengajukan gugatan bagi pemilik merek yang merasa dirugikan. Kaidah ini memberikan rasa aman bagi pemilik merek sekaligus menciptakan ketertiban dalam kehidupan bersama. Ketertiban akan tercipta dengan adanya kesempatan bagi orang untuk membela hak yang dimiliki, dengan demikian kesewenang-wenangan terhindarkan dan kehidupan bermasayarakat yang aman akan terpenuhi.
Berikutnya akan dilihat kaidah dalam pasal 90 UU Merek yang menyatakan bahwa tindak pidana dapat dikenakan bagi pihak yang menggunakan merek secara sama pada pokoknya atau sama pada keseluruhannya jika ada pihak yang mengadukan. Asas persekutuan nampak dengan adanya upaya penciptaan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. Sanksi pidana diberikan sebagai pemaksa supaya masyarakat mematuhi ketentuan yang berlaku, dengan demikian kehidupan yang aman dan damai dalam masyarakat akan tercipta.
Demikian asas pertama dan kedua mengenai peniruan merek dari asas-asas hukum yang umum dalam UU Merek. Asas ketiga sampai kelima akan dibahas dalam tulisan selanjutnya. (Bersambung.........)
Tulisan ini merupakan cuplikan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indirani Wauran dan telah dipublikasikan dalam Kumpulan Tulisan dalam rangka Dies Natalis FH UKSW ke-48
Asas hukum menurut luas berlakunya dapat dibedakan menjadi dua yaitu asas hukum umum dan asas hukum khusus (Mertokusumo, 1996). Asas hukum umum ialah asas hukum yang berhubungan dengan seluruh bidang hukum. Asas hukum khusus adalah asas hukum yang berfungsi dalam bidang yang lebih sempit, atau dengan kata lain dalam bidang hukum yang lebih khusus. Lebih lanjut dikemukakan bahwa menurut Scholten terdapat asas hukum yang bersifat universal yang berlaku kapan saja dan dimana saja yaitu asas kepribadian, asas persekutuan, asas kesamaan, asas kewibawaan dan asas pemisahan antara baik dan buruk.
Salah satu fungsi ilmu hukum adalah menyelediki dan menemukan asas hukum yang terdapat dalam hukum positif (Loudoe, 1985). Jadi asas hukum sebagai pikiran dasar peraturan konkrit pada umumnya bukan tersurat melainkan tersirat dalam kaidah atau peraturan konkrit (Mertokusumo, 1996).
Mendasarkan pada uraian diatas, akan dicari asas/prinsip hukum mengenai peniruan merek dengan mencari melalui apa yang tersirat dalam UU Merek dan putusan hakim tentang peniruan merek.
Asas hukum umum
Seperti telah disebutkan diatas yang dimaksudkan asas hukum umum disini adalah apa yang disebut Scholten sebagai asas hukum yang berlaku secara universal. Untuk itu akan dicari asas hukum yang bersifat universal tersebut dalam kaidah peniruan merek seperti telah diuraikan sebelumnya.
Pertama, asas kepribadian. Asas ini menunjuk pada pengakuan kepribadian manusia, bahwa manusia adalah subyek hukum, penyandang hak dan kewajiban (Mertokusumo, 1996). Lebih lanjut dijelaskan bahwa tata hukum bertitik tolak pada penghormatan dan perlindungan manusia. Jika dihubungkan dengan kaidah peniruan merek yang telah diuraikan diatas, maka asas ini nampak pada rumusan kaidah implisit yang terkandung dalam pasal 4 UU Merek yang mengatakan bahwa pemilik merek yang akan mendaftarkan merek miliknya harus memiliki itikad baik. Lebih lanjut nampak seperti dijelaskan dalam pasal 6 UU Merek, bahwa merek yang didaftarkan dengan itikad tidak baik dari pemiliknya harus ditolak permohonan pendaftarannya. Melalui kedua kaidah tersebut diatas, diketahui adanya pengakuan dan penghormatan terhadap kepribadian manusia, dalam hal ini adalah pemilik merek juga perlindungan terhadap kepribadian manusia tersebut. Dengan demikian dikatakan asas kepribadian merupakan salah satu asas mengenai peniruan merek yang terdapat dalam UU Merek.
Kedua, asas persekutuan. Asas ini menghendaki adanya kehidupan bermasyarakat yang tertib, aman dan damai (Mertokusumo, 1996). Terkait dengan peniruan merek, asas ini nampak dalam seluruh kaidah yang ada sebagaimana telah disebutkan diatas. Mengenai hal tersebut dijelaskan sebagai berikut, pasal 4 mengatur bahwa pendaftar hak atas merek haruslah memiliki itikad baik. Itikad baik diperlukan supaya tercipta ketertiban dan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat. Jika seluruh pendaftar merek memiliki itikad baik, maka tidak ada pihak yang akan merasa terganggu dengan keberadaan merek milik pihak lain.
Asas persekutuan juga nampak pada kaidah dalam pasal 6 mengenai merek yang harus ditolak permohonannya apabila memenuhi syarat tertentu sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu. Adanya ketentuan ini juga mengindikasikan adanya keinginan untuk menciptakan ketertiban dan kedamaian dalam kehidupan bermasarakat. Adanya perasaaan aman bagi pemilik merek terdaftar bahwa jika ada merek yang akan didaftarkan dan memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek miliknya, maka merek tersebut akan ditolak.
Selanjutnya asas persekutuan nampak dalam kaidah pasal 76 yang mengatur mengenai hak mengajukan gugatan bagi pemilik merek yang merasa dirugikan. Kaidah ini memberikan rasa aman bagi pemilik merek sekaligus menciptakan ketertiban dalam kehidupan bersama. Ketertiban akan tercipta dengan adanya kesempatan bagi orang untuk membela hak yang dimiliki, dengan demikian kesewenang-wenangan terhindarkan dan kehidupan bermasayarakat yang aman akan terpenuhi.
Berikutnya akan dilihat kaidah dalam pasal 90 UU Merek yang menyatakan bahwa tindak pidana dapat dikenakan bagi pihak yang menggunakan merek secara sama pada pokoknya atau sama pada keseluruhannya jika ada pihak yang mengadukan. Asas persekutuan nampak dengan adanya upaya penciptaan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. Sanksi pidana diberikan sebagai pemaksa supaya masyarakat mematuhi ketentuan yang berlaku, dengan demikian kehidupan yang aman dan damai dalam masyarakat akan tercipta.
Demikian asas pertama dan kedua mengenai peniruan merek dari asas-asas hukum yang umum dalam UU Merek. Asas ketiga sampai kelima akan dibahas dalam tulisan selanjutnya. (Bersambung.........)
Tulisan ini merupakan cuplikan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indirani Wauran dan telah dipublikasikan dalam Kumpulan Tulisan dalam rangka Dies Natalis FH UKSW ke-48