Senin, 08 Desember 2008

Widgets

on

Asas Hukum terkait dengan Peniruan Merek dalam UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek (Bag. 3 - Habis)

Berikut akan dibahas mengenai asas hukum yang bersifat khusus mengenai peniruan merek yang terdapat dalam UU Merek.

Asas hukum khusus
Asas hukum khusus merupakan asas hukum yang ada dalam bidang tertentu saja, maksudnya asas ini belum tentu dapat dicari dalam bidang hukum yang lain. Berikut akan dicari asas hukum khusus mengenai peniruan merek yang terdapat dalam UU Merek.

Berdasarkan kaidah peniruan merek yang ditemukan dalam UU Merek tersebu dapat diketahui beberapa asas hukum, yaitu pertama, asas itikad baik. Adanya asas ini memilki arti bahwa pemohon pendafataran merek harus mendaftarkan dengan dilandasi itikad baik. Itikad baik diartikan sebagai ketiadaan niat untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran pihak lain demi kepentingan usahanya. Secara gamblang asas ini nampak dalam ketentuan pasal 4 dengan adanya keharusan bagi pemilik merek untuk memiliki itikad baik ketika mendaftarkan merek miliknya. Apabila pemohon dinilai tidak memiliki itikad baik maka mereknya tidak dapat didaftarkan. Menjadi penilai dalam hal ini adalah Pemerintah Republik Indonesia Cq. Depkeh&HAM Cq. Direktorat jenderal HAKI Cq. Direktorat Merek.

Asas ini sekaligus mengatakan bahwa direktorat Merek diberi kewenangan menentukan apakah pendaftar merek memiliki itikad baik atau tidak. Apabila pendaftar tidak memiliki itikad baik maka merek yang domohonkan tidak dapat didaftarkan. Dengan demikian merek yang telah terdaftar dalam daftar umum merek pada saat didaftarkan dinilai didaftarkan dengan itikad baik oleh kantor pendaftaran merek.

Kedua, asas perlindungan merek terdaftar. Bersumber dari kalimatnya dapat dilihat bahwa asas ini mengandung makna bahwa merek yang mendapat perlindungan secara hukum adalah merek terdaftar. Hal ini sesuai dengan asas dalam pendaftaran yang digunakakan di Indonesia yaitu asas konstitutif. Dalam hal peniruan merek hal ini berarti bahwa merek dilindungi dari peniruan pihak lain apabila telah terdaftar sebelumnya. Jika hal ini dikaitkan dengan pengertian merek, dapat dimaknai bahwa perlindungan hukum ini diberikan terbatas pada tanda yang berupa gambar, nama, kata,...dst. yang didaftarkan. Dengan demikian berlaku sebaliknya, apabila unsur dari suatu tanda tidak didaftarkan maka tidak dapat dimintakan perlindungan secara hukum.

Perlu menjadi perhatian bahwa perlindungan merek terdaftar ini diberikan untuk barang dan/atau jasa dalam kategori barang dalam kelas yang sama. Menggunakan kalimat berbeda, apabila merek memiliki persamaan dengan merek yang telah terdaftar terlebih dahulu namun berada dalam kelas yang berbeda maka merek tersebut masih dimungkinkan untuk dapat didaftarkan.

Ketiga, asas persamaan dan ketidaksamaan. Berbicara mengenai asas persamaan berarti berbicara mengenai sesuatu yang tidak dikehendaki berkaitan dengan merek. Sebab salah satu unsur dari merek adalah adanya daya pembeda. Artinya merek diharuskan memiliki ketidaksamaan dengan merek yang lain. Hal yang demikian adalah kondisi ideal yang diharapkan oleh pembentuk Undang-undang. Namun demikian hal yang ideal ini pada kenyataanya tidak terjadi sehingga munculah peniruan merek. Berbicara mengenai peniruan merek berarti berbicara mengenai usaha untuk menyamar agar seolah-olah sama dengan merek lain yang sukses dalam pemasaran. Usaha menyamar berarti mengusahakan diri terlihat sama dengan lingkungannya, dalam hal ini dengan merek lain. Pengertian yang demikian menurut UU Merek digolongkan dalam memiliki persamaan pada pokoknya. Pengertian persamaan pada pokoknya menurut UU telah ditulis diatas. Menjadi catatan mengenai persamaan pada pokoknya dikaitkan dengan peniruan merek dijelaskan sebagai berikut. Peniruan merek merupakan usaha menyamar agar sama dengan lingkungannya, dengan demikian peniruan merek selalu berlangsung dalam kategori barang dan/atau jasa yang sama. Sementara pengaturan dalam UU Merek hanya memungkinkan peniruan dimasukkan dalam pengertian persamaan pada pokoknya. Hal ini mengandung akibat bahwa peniruan merek menurut UU Merek jika diterapkan pada merek yang telah terdaftar lebih dahulu atau diterapkan pada merek terkenal pada kategori barang dan/atau jasa sejenis merupakan tindakan melanggar hukum.

Asas persamaan dan ketidaksamaan juga mengandung arti bahwa persamaan merek dimungkinkan diterapkan pada merek barang/jasa yang tidak terkenal. Selain itu juga dimungkinkan untuk diterapkan pada merek barang/jasa yang termasuk merek terkenal namun tidak dalam kategori barang sejenis atau dalam kelas barang yang sama. Hal ini dimungkinkan sebab belum ada PP yang mengatur, dengan demikian terjadi kekosongan hukum sehingga apabila terjadi masalah terkait dengan hal ini hakim harus mengisi kekosongan tersebut. Mengenai hal ini tidak dibahas lebih lanjut karena tidak termasuk dalam topik penulisan.

Keempat, berpijak pada asas-asas yang telah diuraikan nampak adanya suatu asas yang menjiwai asas-asas terdahulu tersebut diatas. Asas itu adalah asas siapa yang tidak bekerja janganlah ia makan. Asas ini menjiwai seluruh asas yang lain sebab pada prinsipnya kenikmatan menikmati jerih payah ditujukan pada mereka yang telah mengusahakannya.

Pemilik merek terdaftar telah mengusahakan mereknya eksis dalam masyarakat melalui berbagai cara dengan investasi dan strategi tertentu. Oleh karena itu pihak lain yang tidak memilki andil dalam usaha itu tidak berhak untuk menikmati hasil yang didapatkan. Hal ini termasuk juga dalam hal peniruan merek, merek yang sukses dalam pemasaran setidaknya telah meginvestasikan sejumlah dana, pikiran, dan waktu. Oleh karena itu usaha menyamar agar seolah-olah sama dengan merek yang sukses dalam pemasaran merupakan tindakan ingin ikut menikmati hasil tuaian dari sesuatu yang tidak ditabur. Menggunakan kacamata UU Merek, tindakan yang demikian termasuk dikategorikan dalam tindakan yang memiliki itikad tidak baik.

Asas hukum yang berhasil ditemukan terkait dengan peniruan merek, baik yang bersifat universal/umum maupun yang bersifat khusus telah dibahas seluruhnya dalam tiga tulisan yang saling bersambung. Semiga temuan ini dapat memberikan masukan bagi pengambil keputusan dalam hal peniruan merek sebagaimana dimaksud dalam tulisan ini.

Tulisan ini merupakan cuplikan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indirani Wauran dan telah dipublikasikan dalam Kumpulan Tulisan dalam rangka Dies Natalis FH UKSW ke-48