Minggu, 07 Desember 2008

Widgets

on

Asas Hukum terkait dengan Peniruan Merek dalam UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek (Bag. 2)

Pada tulisan yang lalu telah dibahas dua asas pertama dalam temuan asas hukum yang umum terkait dengan peniruan merek sebagaimana ada dalam UU Merek. Tulisan ini akan membahas temuan mengenai asas-asas hukum yang umum yang terdapat dalam UU Merek.

Asas ketiga, asas kesamaan. Asas ini menghendaki setiap orang dianggap sama dalam hukum; keadilan merupakan realisasi asas ini (Mertokusumo, 1996). Bersumber pada kaidah mengenai peniruan merek yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, asas ini terkandung dalam kaidah pasal 4 dan 6 UU Merek. Secara implisit dalam kaidah pasal 4 UU merek diketahui adanya kesamaan yaitu adanya hak bagi setiap orang untuk memiliki merek dan mendapatkan hak merek melalui pendaftaran. Hak yang dimiliki ini dilekati syarat yang harus dipenuhi yaitu adanya itikad baik dari pemohon hak atas merek.

Selanjutnya asas kesamaan yang direalisasikan melalui adanya keadilan dan diukur melalui pemenuhan hak yang sama bagi setiap orang nampak pada kaidah dalam pasal 6 UU Merek. Kaidah dalam pasal ini berbicara mengenai merek yang harus ditolak pendaftarannya berdasarkan kriteria tertentu. Berdasar pada kaidah tersebut dapat dikatakan bahwa penolakan dilakukan berdasarkan pada pengakuan akan adanya hak yang dimiliki pemilik merek yang telah terdaftar. Hak ini dijamin perlindungannya bagi semua pemilik merek terdaftar. Oleh karena itu, pemenuhan hak ini menunjukkan adanya asas kesamaan karena pemenuhan keadilan yang demikian berlaku untuk semua orang, dalam hal ini pemilik merek terdaftar.

Keempat, asas kewibawaan. Asas ini mengatakan bahwa di dalam masyarakat harus ada seseorang yang memimpin, menertibkan, atau memiliki wewenang dan kedudukan lebih tinggi (Mertokusumo, 1996). Dalam kaidah yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, adanya asas ini nampak dalam seluruh kaidah yang terkandung di pasal 4, 6, 76, 90 dan 91 UU Merek yang dijelaskan lebih lanjut demikian. Pasal 4 UU merek menentukan mengenai syarat permohonan yaitu adanya itikad baik dihubungkan dengan pasal 6 UU Merek yang mengatur mengenai merek yang harus ditolak pengajuan pendaftarannya. Kaidah dalam kedua pasal ini menunjuk pada satu lembaga yang memiliki kewenangan untuk menentukan permohonan merek dapat dikabulkan atau harus ditolak. Menggunakan kalimat lain, ada kedudukan khusus dari sebuah lembaga untuk memeberikan atau tidak memeberikan hak atas merek. Oleh karena itu jelas ada lembaga yang memiliki kewenangan tertentu yang lebih tinggi kedudukannya dari orang kebanyakan. Lembaga tersebut adalah Direktorat Jenderal HAKI.

Asas kewibawaan juga tercermin dari kaidah pasal 76, 90 dan 91 UU Merek, dijelaskan lebih lanjut demikian. Pasal 76 mengatur mengenai hak pemilik merek untuk mengajukan gugatan di pengadilan, dihubungkan dengan pasal 90 an 91 UU Merek yang menentukan adanya sanksi pidana yang dapat diberikan kepada pelanggar hak merek. Nampak dalam kaidah ini ada lembaga tertentu yang memiliki kewenangan untuk memutuskan mengenai gugatan yang diajukan. Nampak pula ada lembaga yang beerwenang memberikan sanksi pidana bagi pihak yang dinyatakan melanggar UU Merek. Berdasar pada hal tersebut dapat dikatakan jika kaidah pasal-pasal tersebut mmenunjuk dengan jelas adanya pihak yang lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan pihak yang lain. Pihak tersebut dalam hal ini adalah hakim. Oleh karena itu dapat diketahui adanya asas kewibawaan dalam kaidah mengenai peniruan merek dalam UU Merek.

Kelima, asas pemisahan antara baik dan buruk. Asas ini merupakan pendukung keempat asas terdahulu dengan pemikiran bahwa dimungkinkan untuk memisahkan antara yang baik dan yang buruk (mertokusumo, 1996). Pemisahan antara baik dan buruk didasarkan pada apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Asas ini nampak dalam kaidah peniruan merek yang telah diuraikan sebelumnya. Mendaftarkan merek dengan itikad baik merupakan tindakan yang baik dan mendaftarkan merek dengan tidak memiliki itikad baik adalah apa yang buruk (Pasal 4 UU Merek). Menolak pendaftaran merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau persamaan pada keseluruhannya pada kategori barang yang sama merupakan apa yang baik. Menerima pendaftaran merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau sama pada keseluruhannya pada kategori barang yang sama merupakan apa yang buruk (pasal 6 dan 76 UU Merek).

Berdasar uraian diatas, nampak asas-asas hukum umum mengenai peniruan merek yang terdapat dalam UU Merek. Asas-asas ini selalu dapat dicari dalam setiap aturan hukum. Oleh sebab itu, hakim hendaknya selalu mempertimbangkan asas-asas ini dalam memberi putusan hukum.
Asas-asas hukum yang sifatnya khusus yang ada dalam UU Merek akan dibahas dalam tulisan yang selanjutnya.
(Bersambung....
)

Tulisan ini merupakan cuplikan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indirani Wauran dan telah dipublikasikan dalam Kumpulan Tulisan dalam rangka Dies Natalis FH UKSW ke-48