Pada level eksekusi sebelumnya telah dibicarakan mengenai Action Plan. Setelah action plan selesai dirancang maka hal berikut yang menjadi perhatian bagi seorang pemimpin adalah tanggung jawab atas keputusan yang telah diambil.
Sebuah keputusan belum dapat disebut sebagai keputusan kecuali apabila di dalamnya telah pula ditentukan mengenai: siapa penanggung jawabnya, kapan jangka waktu keputusan dan tugas tersebut efektif berlaku, pihak manakah yang akan menerima dampak dari keputusan termasuk sikapnya (menerima atau menentang) dan terakhir adalah pihak yang harus menerima informasi atas keputusan tersebut sekalipun mereka mungkin tidak secara langsung menerima dampaknya.
Organisasi besar biasanya menghadapi tantangan yang lebih besar pula ketika sebuah keputusan dibuat. Terkadang bahkan hal sepele bisa berdampak besar apabila hal-hal yang disebut pada paragraf di atas terabaikan.
Drucker pernah bercerita; salah satu klien-nya melakukan kerjasama dengan partner baru dimana partner tersebut biasa menggunakan satuan ukuran meter dan kilogram. Sementara klien Drucker biasa menggunakan satuan feet dan pound.
Sayang tak seorang pun menyadari bahwa perlu menyampaikan infromasi mengenai perbedaan penggunaan satuan tersebut, Akibatnya kesalahan sepele tersebut berdampak fatal di kemudian hari.
Ini adalah sebuah contoh betapa pentingnya menyampaikan informasi kepada pihak-pihak yang terkait baik langsung maupun tidak langsung ketika sebuah keputusan diambil.
Sebuah keputusan juga seharusnya ditinjau secara periodik agar kekurangan-kekurangan yang ditemukan dikemudian hari dapat segera dikoreksi sebelum membawa organisasi pada kondisi yang tidak diinginkan.
Tinjauan atas sebuah keputusan utamanya perlu dilakukan dalam keputusan yang terkait dengan rekrutmen, mutasi ataupun promosi SDM.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa keputusan terkait rekrutmen, mutasi dan promosi hanya sepertiga di antaranya yang membawa kemajuan bagi organisasi. Sepertiga lagi tidak membawa dampak apapun sedang sisanya membawa organisasi pada keterpurukan.
Dalam hal keputusan mengenai SDM di atas seorang pemimpin harus segera mengambil tindakan tegas manakala keputusan tersebut tidak membawa dampak yang diharapkan.
Seorang pemimpin berhutang pada perusahaan untuk tidak mentolerir karyawan yang tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Sekalipun mungkin kegagalan karyawan tersebut bukan sepenuhnya kesalahan personal tetap merupakan kewajiban bagi pemimpin untuk melepas karyawan tersebut dari jabatan atau tugasnya.
Karyawan yang gagal mengemban jabatan dan tugasnya yang baru semestinya dikembalikan pada jabatan dan tugas sebelumnya, demikian pula fasilitas serta gajinya.
Prakteknya dalam organisasi sehat jarang sekali terjadi mengingat bahwa karyawan dalam organisasi sehat cenderung memiliki etika dan kesadaran diri sehingga sudah lebih dahulu mengundurkan diri secara sukarela sebelum dilepas dari jabatannya.
Sehat atau tidaknya organisasi sebagian besar faktor penentunya adalah loyalitas, komitmen dan etika yang dimiliki oleh para karyawan.
Namun demikian organisasi tak boleh begitu saja memandang bahwa kegagalan tersebut adalah tanggung jawab pribadi dari karyawan yang gagal menjalankan tugas barunya. Sebaliknya kesalahan utama harus dilihat sebagai kesalahan pemimpin sebagai pembuat keputusan.
Dalam hal kesalahan tersebut disebabkan oleh kesengajaan atau tidak adanya komitmen karyawan terhadap organisasi maka keputusan yang diambil semestinya adalah pembebasan statusnya sebagai karyawan dalam organisasi tersebut.
Tinjuan yang sistematis terhadap keputusan yang diambil juga merupakan alat yang sangat bermanfaat. Tinjauan ini memungkinkan dilakukannya cross check secara periodik antara harapan dan hasil yang dicapai sejauh ini.
Dengan informasi yang tepat dan sistematis bahkan memungkinkan pemimpin untuk melihat bagian mana yang perlu direvisi manakala hasil yang dicapai tidak sesuai yang diharapkan. Faktanya sebagian besar kegagalan tercapainya hasil sebuah putusan disebabkan oleh kesalahan menempatkan orang yang tepat untuk tugas-tugas tertentu.
Ketidaktepatan tersebut bisa jadi karena orang-orang yang ditempatkan tidak membidang manakah yang menjadi kelemahannya. Seorang pemimpin efektif biasanya jujur mengakui sebab faktanya memang tak ada pemimpin jenius yang menguasai segala bidang.
Seringkali organisasi berpikir bahwa diskusi mengenai sebuah keputusan haniliki kapabilitas yang sesuai namun acapkali juga disebabkan penumpukan tugas (oveload) pada bagian-bagian tertentu.
Bagi pemimpin sendiri adanya tinjauan yang sistematis memungkinkan dirinya untuk lebih mengenal bidang-ya perlu melibatkan aras/level pimpinan tertentu saja. Faktanya pemahaman ini bisa menjadi bumerang. Ada bagian-bagian tertentu dalam organisasi yang merupakan spesialisasi (akuntan, riset, dll) yang lebih mengerti bidangnya dibanding siapapun dalam organisasi. Pengambilan putusan yang mengabaikan para spesialis akan membawa kerugian bagi organisasi.
Selasa, 16 November 2010
on
11.28