Bulan November dikhususkan untuk mendoakan orang-orang yang telah meninggal dunia. Mengapa kita perlu mendoakan mereka? Dan dimanakah jiwa orang-orang Kristen setelah meninggal?
Bagian I
Mengenal Purgatorium
Banyak orang yang salah dalam memahami Purgatorium atau Api Penyucian, mereka berkeyakinan bahwa kita dapat mendoakan jiwa-jiwa yang berada dalam neraka untuk masuk ke Surga. Pemahaman tersebut sepenuhnya salah. Neraka sebagaimana halnya dengan Surga adalah sebuah kondisi mutlak dan abadi dimana jiwa-jiwa yang telah menempati Surga maupun Neraka akan tetap berada di sana selamanya.Lalu apakah yang dimaksud sebagai Purgatorium? Purgatorium adalah sebuah kondisi sementara bagi jiwa-jiwa yang belum mengasihi Allah secara sempurna untuk dimurnikan dan disempurnakan.
Apakah yang dimurnikan di sana? Yaitu dosa-dosa ringan yang belum dimintakan pertobatan ketika jiwa tersebut dipanggil. Karena Allah dan dosa tak dapat bersatu karenanya jiwa-jiwa ini perlu dimurnikan. Jika kasihnya tidak sempurna maka haruslah disempurnakan sebab kasih yang tak sempurna tak dapat dipersatukan dengan kasih yang sempurna.
Apakah Kita Sudah Sempurna?
Allah Bapa menginginkan kita untuk sempurna sama halnya Allah adalah sempurna (Mat. 5:48). Oleh karena rahmat-Nya kita berkewajiban untuk mencari kesempurnaan hidup.Ajaran Katolik tak hanya sekedar mengakui bahwa hidup yang sempurna adalah mungkin namun juga mengakui adanya individu-individu demikian. Merekalah yang disebut sebagai orang-orang Kudus (Santo dan Santa).
Lalu orang kemudian bertanya: “Tidakkah setiap orang Kristen telah disempurnakan oleh Tubuh dan Darah Kristus?” Untuk menjawab pertanyaan ini haruslah terlebih dahulu dijawab pertanyaan berikut: “Apakah setiap orang Kristen telah memiliki kasih yang sempurna sebagaimana kasih yang dimiliki oleh Allah?”
Jika jawabnya “ya” maka tentu Purgatorium tidaklah diperlukan. Namun jika jawabnya “tidak” maka kita semestinya bersikap jujur baik tentang diri kita sendiri maupun ajaran Alkitab. Dengan demikian maka Purgatorium tentulah wajar dan diperlukan.
Apakah Tubuh dan Darah Kristus tidak sepenuhnya memurnikan kita ketika kita menerima dan mengakuinya sebagai Juru Selamat? Perlu dipahami dan dipegang bahwa dosa hanya diampuni apabila kita mengakui sebagai dosa. Sedangkan dosa yang tak diakui sebagai dosa tidaklah diampuni.
Apakah Tubuh dan Darah Kristus tidak memurnikan kita? Ya, untuk dosa-dosa yang kita akui saja.
Ada yang berpikir dan berpendapat bahwa ketika kita menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat maka kita sungguh-sungguh telah dimurnikan sebagai pribadi. Pendapat ini juga tidak tepat sebab bisa jadi saat perjumpaan kita dengan Kristus kita telah dimurnikan dan disempurnakan, namun apakah setelah waktu itu kita tidak kemudian berbuat dosa? Atau kita mau mengatakan bahwa orang Kristen tidak dapat berdosa? Tentulah tidak.
Ketika orang Kristen melakukan dosa maka ia tak lagi bersih, pakaiannya sudah tercemar. Yesus mengatakan bahwa hanya mereka yang tidak mencemarkan pakaiannya sajalah yang dapat berjalan bersama Dia (Wahyu 3:4-5). Orang Kristen dengan demikian perlu mengusahakan pemurnian secara terus menerus. Selama hidup kita tak pernah sampai pada satu titik dimana kita tak lagi perlu dipermandikan oleh Darah Kristus Sang Juru Selamat. Kita selalu membutuhkan Yesus.
Mereka yang meyakini bahwa tindakan menerima dan mengakui Yesus sebagai Juru Selamat yang dilakukan entah berapa tahun yang lalu akan terus memurnikan dosa-dosa yang dilakukannya di kemudian hari jelas menyalah artikan maknanya sekaligus menyangkal peng-Kudusan.
Jika tindakan sekali di masa lampau menghapuskan seluruh dosa di kemudian hari maka percaya akan adanya ke-Kudusan adalah tidak masuk akal.
Ibrani 12:1 mengajak kita untuk membuang segala beban dosa. Apa yang terjadi bila kita tidak melakukannya? Apakah kita langsung masuk ke neraka? Atau ke Surga? Tentu tidak. Purgatorium adalah rahmat Ilahi yang merupakan pengakuan bahwa sebagian besar orang Kristen tidak sedemikian berdosa hingga layak untuk masuk neraka namun juga tidak cukup sempurna untuk masuk ke Surga. Oleh karenanya perlu disempurnakan sebelum masuk ke Surga melalui Api Penyucian.
Namun sebelum lebih jauh melihat ke dalam Alkitab marilah kita terlebih dahulu bercermin kepada diri masing-masing. Apakah kita sudah mencintai Allah dengan sepenuh hati sebagaimana mestinya? Sudahkah kita memenuhi harapan-Nya? Jika kita mengakui bahwa setiap hari kita melakukan dosa lalu bagaimana kita dapat mengatakan telah mencintai-Nya dengan sepenuh hati?
Dosa adalah tindakan menolak untuk mengasihi Allah, berdosa artinya kita lebih memilih sesuatu (dosa yang kita lakukan) ketimbang Allah sendiri. Dosa merupakan manifestasi dari kasih yang tidak sempurna. Pengalaman pribadi menunjukkan bahwa saya jauh dari sempurna dalam mengasihi Allah.
Sekarang, anggaplah kita menerima dan percaya ajaran mengenai ke-Kudusan. Dari yang kita pahami bahwa peng-Kudusan adalah pengakuan bahwa kita bertumbuh dalam ke-Kudusan oleh kuasa Roh Kudus. Penyelamatan memang telah memperbaiki relasi kita dengan Allah dan ini memang telah menjamin keselamatan. Namun jangan lupa bahwa Allah menuntut lebih dari kita.
Allah ingin apa yang telah diciptakan-Nya bertumbuh menjadi sempurna. Karya penyelamatan menjadikan kita suci namun tetap membuka ruang bagi pertumbuhan. Jika peng-Kudusan adalah bertumbuh dalam ke-Kudusan dan dalam Kasih Allah maka ketika proses pertumbuhan ini terhambat diperlukan tindakan. Tindakan tersebut adalah Api Penyucian.
Ajaran Alkitab Mengenai Api Penyucian
Pertama
Benar bahwa istilah Purgatorium tidak ditemukan dalam Alkitab, namun ketidakberadaannya dalam Alkitab tak cukup dijadikan alasan untuk tidak mengakuinya. Sebab jika kita menolak setiap ajaran yang tidak ditemukan dalam Alkitab maka dengan demikian mestinya kita juga menolak ajaran tentang “Tritunggal Maha Kudus/Trinitas”, “Inkarnasi” atau ‘Dosa asal” sebab ketiganya juga tidak ada dalam Alkitab.Alkitab tidak mengajar dengan istilah namun dengan makna. Demikian pula halnya dengan Purgatorium, meski tidak ada tertulis istilah tersebut dalam Alkitab namun kebenarannya adalah mutlak.
Santo Paulus dalam II Kor. 7:1 mengajak kita untuk menyucikan diri dari semua pencemaran jasmani dan rohani agar dengan demikian kita juga menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah. Dan Santo Paulus sendiri dalam Filipi 3:12 juga mengakui bahwa dirinya telah sempurna namun tetap mengejarnya. Yang hendak dikatakan olehnya adalah bahwa kita harus menyucikan apa mencemari kita dalam rangka menyempurnakan kekudusan kita bagi Allah.
Apakah yang dikatakan oleh Alkitab tentang surga? Wahyu 21:27 menyebutkan bahwa tidak akan masuk ke dalamnya segala sesuatu yang najis. Namun apakah kita tidak dibenarkan oleh Darah Anak Domba? Sekali lagi doktrin demikian bertentangan dengan doktrin pengkudusan.
Tidak ada alasan bagi kita untuk berpendapat bahwa tindakan pembenaran di satu masa akan membebaskan kuta dari dosa di kemudian hari tanpa bertobat. Pandangan ini tidaklah sesuai dengan Alkitab sekaligus bisa menjadi legalisasi untuk melakukan tindakan apapun mengingat segalanya dipulihkan oleh pembenaran di masa lalu. Ajaran dan keyakinan yang demikian sangatlah berbahaya.
Kedua
II Kor. 5:10 menjelaskan bahwa kita semua harus menghadap tahta pengadilan untuk menerima apa yang patut diperoleh, sesuai apa yang dilakukan semasa hidup yaitu jahat maupun baik.“Apakah orang Kristen juga melakukan hal-hal buruk” Jelas demikian.
Roma 3:23 menyebutkan:
“Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”.
Apa yang akan terjadi pada orang Kristen diadili dihadapan Kristud dengan melakukan perbuatan buruk? I Kor. 3:13-15 jelas menyebutkan bahwa kita orang Kristen yang diadili di hadapan Kristus dengan perbuatan buruk akan menemukan diri kita dalam api yang membakar perbuatan kita.
Namun api yang dimaksud oleh Santo Paulus bukanlah neraka sebab api itu akan membakar perbuatan kita namun kita sendiri akan diselamatkan meski seperti dari dalam api. Api yang dimaksud ialah Api Penyucian (dimana kita akan merasakan penderitaan yang melebihi segala penderitaan di dunia dan penderitaan ini disebabkan rasa rindu akan kehadiran Allah namun tidak dapat menjumpai-Nya). Santo Paulus ketika menyebut “Hari” yang dimaksudkannya adalah hari penghakiman.
Ketiga
Santo Paulus dalam II Kor. 1:16-18, 4:19 memuji orang-orang yang disebutkannya telah melakukan pekerjaan baik. Menurut the Interpreter's Dictionary of the Bible; vol 3; p 603 Onesiforus telah mati namun Paulus tidak lantas berpretensi bahwa Onesiforus masuk ke surga. Karenanya ia tetap memohonkan belas kasihan kepada Tuhan. Tentu Paulus tak akan memintakan belas kasihan jika semua orang Kristen pasti masuk surga.Kita juga banyak menemukan dalam Alkitab bahwa Paulus mendoakan orang-orang yang telah mati dan memohonkan belas kasihan bagi mereka. Tentu jika Api Penyucian tidak ada Paulus tak akan mendoakan dan memohonkan belas kasihan bagi mereka.
Dan jika semua orang Kristen pasti masuk surga maka tindakan Paulus menjadi tidak masuk akal.
Keempat
Mat. 12:32: “...tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak” Dalam bahasa aslinya kata “dunia” menunjuk pada “masa”. Masa tersebut menunjukkan bahwa ada masa dimana diberikan pengampunan. Tentulah bukan surga ataupun neraka sebab keduanya adalah kondisi yang abadi sehingga tidak dimungkinkan adanya pengampunan.Mat. 5:25-26 memang bukan menunjuk pada Api Penyucian dan bukan merupakan referensi Api Penyucian namun kondisi di Api Penyucian adalah seperti yang disebutkan Yesus dalam ayat ini.
Kelima
“Pada hari berikutnya waktu hal itu menjadi perlu pergilah anak buah Yudas untuk membawa pulang jenazah orang-orang yang gugur dengan maksud untuk bersama dengan kaum kerabat mereka mengebumikan jenazah-jenazah itu di pekuburan nenek moyang.Pada tiap-tiap orang yang mati itu mereka temukan di bawah jubahnya sebuah jimat dari berhala-berhala kota Yamnia. Dan ini dilarang bagi orang-orang Yahudi oleh hukum Taurat. Maka menjadi jelaslah bagi semua orang mengapa orang-orang itu gugur.
Lalu semua memuliakan tindakan Tuhan, Hakim yang adil, yang menyatakan apa yang tersembunyi.
Merekapun lalu mohon dan minta, semoga dosa yang telah dilakukan itu dihapus semuanya. Tetapi Yudas yang berbudi luhur memperingatkan khalayak ramai, supaya memelihara diri tanpa dosa, justru oleh karena telah mereka saksikan dengan mata kepala sendiri apa yang sudah terjadi oleh sebab dosa orang-orang yang gugur itu.
Kemudian dikumpulkannya uang di tengah-tengah pasukan. Lebih kurang dua ribu dirham perak dikirimkannya ke Yerusalem untuk mempersembahkan korban penghapus dosa. Ini sungguh suatu perbuatan yang sangat baik dan tepat, oleh karena Yudas memikirkan kebangkitan.” (2 Makabe 12:39-43)
Bahkan bagi yang menolak kitab ini sebagai kanonik tetap harus melihatnya sebagai fakta sejarah Yahudi sekitar tahun 124 SM. Bisa kita lihat bahwa korban penghapusan dosa bukan hanya bagi yang masih hidup namun juga yang telah mati.
Tradisi dan Sejarah
Katolik mengajarkan bahwa iman tidak hanya ditentukan oleh firman Allah yang tertulis namun juga yang tidak tertulis yaitu Tradisi Suci. Katolik berpendapat bahwa tidaklah tepat untuk menggunakan Alkitab sebagai “panduan dogma”.Sejauh ini saya meyakini Api Penyucian memiliki dasar Alkitab yang jelas. Namun sekalipun ada yang mengatakan tidak juga tidak bisa begitu saja mengatakannya palsu.
Mari kita menengok Tradisi Suci dan sejarah yang dibangun oleh jemaat Kristen mula-mula. Pada akhir abad pertama tradisi mendoakan mereka yang telah meninggal telah dilakukan oleh para pengikut Kristus. Di Roma doa untuk mereka yang telah meninggal bahkan tidak hanya diperuntukkan bagi keluarga namun juga untuk mereka yang meninggal karena iman.
Hal ini dapat dilihat pada grafiti yang sedemikian banyak di katakombe.
Para Bapa Gereja dan teolog kontemporer seperti Tertullian, Cyprian, Clement dari Alexandria, Origenes, Gregory dari Nyssa, Chyrsostom John, dan Ambrose. Demi singkatnya, kita akan melihat hanya satu Bapa: St Agustinus. Dia menulis banyak hal tentang api penyucian, tetapi saya akan membatasi untuk beberapa ini:
“Tak dapat dipungkiri bahwa jiwa-jiwa memperoleh bantuan berkat kesalehan keluarga dan teman-teman yang masih hidup ketika mereka mempersembahkan korban kepada Gereja atas nama mereka yang telah mati.”
“Meski mengalami penderitaan dan harus bekerja keras sepanjang hidup namun tak perlu lagi penderitaan setelah mati. Setelah kehidupan ia akan beroleh Api Penyucian atau neraka kekal. Tak seorangpun lolos dari hal ini namun kita harus memaknai bahwa hukuman hanya ada dalam kehidupan ini.”
Bagian II
Banyak Gereja yang membawa tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita, yaitu berdoa bagi mereka yang telah meninggal dalam persekutuan dengan tubuh dan darah Kristus, dengan mempersatukan mereka dalam persembahan itu sendiri, sekaligus mengenang mereka. Siapa yang meragukan bahwa doa-doa yang dimohonkan untuk beroleh belas kasihan bagi pembebasan mereka sia-sia di hadapan Tuhan?Sekalipun ditemukan dalam Perjanjian Lama (Makabe) namun Gereja tidak menimbang besar kecilnya persembahan. Kesemuanya dipersatukan di dalam doa-doa bagi jiwa-jiwa yang berada dalam Purgatorium.
St. Augustine melihat bahwa Purgatorium adalah kemurahan dari Allah Bapa, menurutnya Purgatorium adalah tempat untuk memurnikan jiwa-jiwa agar layak masuk ke surga. St. Augustine juga menekankan pentingnya mendokan jiwa-jiwa tersebut untuk meringankan proses pemurnian orang-orang yang kita cintai.
Apakah Santo Augustine salah tentang Api Penyucian? Apakah semua yang lain juga salah tentang berdoa untuk orang mati? Apakah Gereja mula-mula salah tentang sesuatu yang begitu mendasar dan fundamental yaitu api penyucian? Mengapa berdoa untuk orang mati dan kepercayaan di api penyucian tidak pernah ditolak sampai Reformasi? Tidak ada teks patristik bisa ditemukan yang menyebutkan bahwa Gereja Katolik modern mengajarkan tentang api penyucian dan kemanjuran doa-doa untuk orang mati.
Penutup
Alkitab berbicara tidak hanya mengenai keberadaan surga dan neraka saja. 1 Petrus 3:19-20 jelas secara tersirat menunjukkan bahwa ajaran mengenai tempat bagi jiwa-jiwa selain surga dan neraka adalah sesuai Alkitab.Purgatorium bukanlah ajaran anti Alkitab dan bukan tidak masuk akal. Ini adalah ajaran mengenai pengampunan. Bukan pula ajaran yang ditambahkan kemudian oleh Gereja sebagaimana dituduhkan oleh sebagian orang.
Jelas bahwa dalam Kitab Perjanjian Lama (Makabe) ajaran ini sudah ada, demikian pula telah dilakukan oleh jemaat mula-mula. Penolakan justru baru muncul setelah reformasi dan jangan lupa bahwa Alkitab justru mengingatkan kita untuk “menjaga Tradisi Suci” yang telah diwariskan kepada kita ( II Tes 2:15). Jika kita memang setia pada Alkitab maka kita harus juga setia pada ajaran mengenai Api Penyucian sebagaimana St. Augustine juga menyebutkan bahwa Api Penyucian adalah bagian dari “Tradisi Suci”.
Diterjemahkan dari PURGATORY (Fr. Frank Sofie)
Artikel Terkait: Menghindari Purgatorium, Mungkinkah?