Beberapa waktu yang lalu, Saya membaca salah satu bab dalam buku yang telah dibaca bertahun-tahun yang lalu. Buku yang diberikan oleh salah seorang sahabat sebagai hadiah ulang tahun Saya sembilan tahun yang lalu itu berjudul “Selamat Bergumul”. Buku ini merupakan salah satu buku dari seri Selamat karangan Pdt. Andar Ismail. Selamat bergumul berisi 33 renungan tentang iman yang ditulis dengan bahsa yang sederhana dan lugas sehingga mudah dimengerti.
Bab yang Saya baca dalam buku itu berjudul “Iman itu Intim”. Pada bab itu diceritakan bahwa seringkali doa dijejali dengan begitu banyak kata-kata, akhirnya seringkali doa kita berputar-putar sehingga kita sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya kita doakan. Selanjutnya dalam tulisannya Pdt. Andar Isamil mengatakan bahwa doa bukanlah kegiatan bunyi atau suara, atau bicara dan kata, melainkan proses intimitas. Iman adalah intimitas. Iman bersifat intim. Intimitas bisa terjadi tanpa sepatah kata-pun. Intimitas barangkali justru terjadi tanpa sepatah kata pun. Intimitas barangkali justru terjadi dalam hati yang bersih dari kata-kata, yaitu hati yang sunyi, senyap, sepi, hening, teduh, tenang, dan lengang.
Bagi Saya kata-kata dalam bab itu sangat menarik, namun bukan isi bab dalam buku itu yang hendak Saya bagikan dalam tulisan ini. Saya ingin membagikan perasaan Saya ketika membaca Bab dalam buku itu. Ketika membaca bab “Iman itu Intim” dalam buku “Selamat Bergumul”, Saya merasa sedang membaca sesuatu yang baru. Saya merasa seperti belum pernah membacanya walaupun Saya ingat betul bahwa Saya pernah membacanya.
Sesungguhnya yang terjadi adalah Saya menemukan pemahaman baru dari suatu hal yang sama. Bisa juga dikatakan Saya memaknai secara berbeda karena Saya telah menjadi lebih dewasa. Perasaan dan kesadaran ini terasa menakjubkan karena Saya menyadari bahwa Saya sebagai manusia memiliki karunia untuk bertumbuh dan berkembang. Apa yang Saya maksudkan bukan saja secara fisik namun lebih mendalam dari itu adalah pertumbuhan dan perkembangan batiniah. Kedalaman perasaan dan pikiran yang membawa pada pemahaman baru yang lebih kaya.
Dengan demikian, Saya bisa mengatakan bahwa Saya sembilan tahun yang lalu memiliki tingkat kemampuan memahami yang berbeda dengan Saya saat ini. Berarti pula jika Saya, yang adalah seorang manusia dapat bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang lebih kaya, maka manusia-manusia lain juga seperti Saya, dapat bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.
Hal ini juga berarti ketika Saya melihat mahasiswa Saya saat ini, Saya bisa berpengharapan (pengharapan yang membuat Saya tersenyum manis) bahwa sembilan tahun lagi mereka akan menjadi pribadi yang lebih kaya. Pribadi yang telah bertumbuh dan berkembang dan akan terus bertumbuh dan berkembang menjadi lebih baik dan semakin baik. (Indirani)
Rabu, 08 September 2010
on
08.50