Istilah black campaign bagi masyarakat umum mungkin lebih sering didengar pada masa pemilu atau pilkada dimana tersebar isu negatif mengenai salah satu calon atau peserta. Dunia pemasaran juga mengenal istilah black campaign yang artinya tidak terlalu jauh berbeda dari istilah serupa di dunia politik.
Belakangan ini luas beredar isu mengenai “sms santet” bagi pelanggan operator seluler tertentu, bahkan nama salah satu operator dikait-kaitkan dengan bentuk anti terhadap agama tertentu. Apakah fenomena ini merupakan black campaign dalam dunia pemasaran?
Black campaign dalam persaingan usaha bukan pertama kalinya terjadi. Beberapa perusahaan pernah mengalami kejadian serupa. Susu Hi Lo dari Nutrifood dan Bodrexin pernah menjadi sasaran black campaign yang diisukan mengandung bahan berbahaya. Bahkan isu mengenai Hi Lo sempat dilansir oleh sebuah koran yang memiliki reputasi sehingga efeknya cukup besar kepada konsumen. Mizone (Aqua) pun pernah mengalami isu serupa dimana disebutkan bahwa pihak Aqua sengaja menyembunyikan adanya kandungan zat yang berbahaya pada produk Mizone. Entah sengaja atau tidak memang pihak Aqua tidak mencantumkan salah satu kandungan yang dimaksud, namun oleh kompetitor zat ini diisukan sebagai zat yang berbahaya meski kenyataannya tidak demikian. Untung saja baik Nutrifood, maupun Bodrexin dan Aqua mampu menepis isu tersebut dengan langkah-langkah yang cukup efektif.
Dari sisi konsumen terlepas benar atau tidaknya sebuah isu akan membuat mereka berpikir sebelum membeli produk tersebut. Sehingga sedikit banyak akan berpengaruh terhadap penjualan produk yang diisukan meski hanya sesaat.
Black campaign sendiri tidak selamanya merupakan isu yang mengada-ada. Pada kasus obat nyamuk HIT beberapa tahun lalu terbukti bahwa produk tersebut benar-benar mengandung materi yang berbahaya, momen ini dimanfaatkan oleh kompetitor untuk membuat iklan yang sangat provokatif untuk mendongkrak penjualannya dengan menyerang HIT.
Bagi sebuah perusahaan merk memiliki nilai yang sangat mahal, sebab di dalamnya terkandung persepsi dan kepercayaan konsumen terhadap produk tersebut. Membangun sebuah merek sukses dan diterima oleh konsumen bukanlah sebuah pekerjaan yang singkat, mudah dan murah. Kegiatan black campaign tentulah sangat merugikan bagi pemilik merek. Sekalipun demikian dalam taraf tertentu kegiatan black campaign lebih tepat masuk ke ranah etika ketimbang hukum.
Pada beberapa kasus black campaign justru dilakukan oleh pemilik merek dalam rangka mempopulerkan usahanya. Salah satunya dilakukan oleh Puspo Wardhoyo pemilik Ayam Goreng Wong Solo yang sempat mempopulerkan dirinya mendukung poligami bahkan menyuruh orang untuk mendemo dirinya. Banyak kecaman terhadap pernyataannya mendukung poligami, namun di saat bersamaan dirinya menjadi topik pembicaraan di forum resmi dan tidak resmi. Publik tidak menyadari bahwa yang dilakukan pada saat itu merupakan bagian dari press release gratis. Dampaknya brand Wong Solo semakin dikenal luas oleh masyarakat sejak saat itu.
Bagi konsumen hendaknya bersikap lebih bijaksana dan logis dalam menghadapi isu-isu negatif seputar produk. Penting untuk memahami produk yang hendak dikonsumsi termasuk mencari informasi mengenai kebenaran isu yang beredar.
Bagi pelaku usaha black campaign dengan demikian memiliki dua efek yang berbeda. Penanganan yang salah dapat mengakibatkan jatuhnya brand image sebaliknya bila ditangani secara tepat bukan mustahil meng-counter serangan menjadi keunggulan. Di sinilah peran public relation bagi sebuah perusahaan, mampukah memanfaatkan momen black campaign untuk menarik perhatian publik sekaligus mengangkat citra mereknya? (Satrio A. Wicaksono)
Copyright © 2008 SINERGI CONSULTING
Diperkenankan mengutip untuk kepentingan non komersial dengan kewajiban
menyertakan sumbernya
Belakangan ini luas beredar isu mengenai “sms santet” bagi pelanggan operator seluler tertentu, bahkan nama salah satu operator dikait-kaitkan dengan bentuk anti terhadap agama tertentu. Apakah fenomena ini merupakan black campaign dalam dunia pemasaran?
Black campaign dalam persaingan usaha bukan pertama kalinya terjadi. Beberapa perusahaan pernah mengalami kejadian serupa. Susu Hi Lo dari Nutrifood dan Bodrexin pernah menjadi sasaran black campaign yang diisukan mengandung bahan berbahaya. Bahkan isu mengenai Hi Lo sempat dilansir oleh sebuah koran yang memiliki reputasi sehingga efeknya cukup besar kepada konsumen. Mizone (Aqua) pun pernah mengalami isu serupa dimana disebutkan bahwa pihak Aqua sengaja menyembunyikan adanya kandungan zat yang berbahaya pada produk Mizone. Entah sengaja atau tidak memang pihak Aqua tidak mencantumkan salah satu kandungan yang dimaksud, namun oleh kompetitor zat ini diisukan sebagai zat yang berbahaya meski kenyataannya tidak demikian. Untung saja baik Nutrifood, maupun Bodrexin dan Aqua mampu menepis isu tersebut dengan langkah-langkah yang cukup efektif.
Dari sisi konsumen terlepas benar atau tidaknya sebuah isu akan membuat mereka berpikir sebelum membeli produk tersebut. Sehingga sedikit banyak akan berpengaruh terhadap penjualan produk yang diisukan meski hanya sesaat.
Black campaign sendiri tidak selamanya merupakan isu yang mengada-ada. Pada kasus obat nyamuk HIT beberapa tahun lalu terbukti bahwa produk tersebut benar-benar mengandung materi yang berbahaya, momen ini dimanfaatkan oleh kompetitor untuk membuat iklan yang sangat provokatif untuk mendongkrak penjualannya dengan menyerang HIT.
Isu negatif tidak selalu dimunculkan oleh kompetitor, ada kalanya isu tersebut dimulai oleh pihak-pihak tertentu yang sekedar iseng dan tidak bertanggung jawab namun kemudian dimanfaatkan oleh kompetitor untuk melakukan black campaign.
Bagi sebuah perusahaan merk memiliki nilai yang sangat mahal, sebab di dalamnya terkandung persepsi dan kepercayaan konsumen terhadap produk tersebut. Membangun sebuah merek sukses dan diterima oleh konsumen bukanlah sebuah pekerjaan yang singkat, mudah dan murah. Kegiatan black campaign tentulah sangat merugikan bagi pemilik merek. Sekalipun demikian dalam taraf tertentu kegiatan black campaign lebih tepat masuk ke ranah etika ketimbang hukum.
Pada beberapa kasus black campaign justru dilakukan oleh pemilik merek dalam rangka mempopulerkan usahanya. Salah satunya dilakukan oleh Puspo Wardhoyo pemilik Ayam Goreng Wong Solo yang sempat mempopulerkan dirinya mendukung poligami bahkan menyuruh orang untuk mendemo dirinya. Banyak kecaman terhadap pernyataannya mendukung poligami, namun di saat bersamaan dirinya menjadi topik pembicaraan di forum resmi dan tidak resmi. Publik tidak menyadari bahwa yang dilakukan pada saat itu merupakan bagian dari press release gratis. Dampaknya brand Wong Solo semakin dikenal luas oleh masyarakat sejak saat itu.
Bagi konsumen hendaknya bersikap lebih bijaksana dan logis dalam menghadapi isu-isu negatif seputar produk. Penting untuk memahami produk yang hendak dikonsumsi termasuk mencari informasi mengenai kebenaran isu yang beredar.
Bagi pelaku usaha black campaign dengan demikian memiliki dua efek yang berbeda. Penanganan yang salah dapat mengakibatkan jatuhnya brand image sebaliknya bila ditangani secara tepat bukan mustahil meng-counter serangan menjadi keunggulan. Di sinilah peran public relation bagi sebuah perusahaan, mampukah memanfaatkan momen black campaign untuk menarik perhatian publik sekaligus mengangkat citra mereknya? (Satrio A. Wicaksono)
Copyright © 2008 SINERGI CONSULTING
Diperkenankan mengutip untuk kepentingan non komersial dengan kewajiban
menyertakan sumbernya