Jumat, 24 April 2009

Widgets

on

KAZOKU: the Beginning (Bagian 1)

Tanpa terasa ternyata waktu satu tahun telah berlalu sejak kami menyewa sebuah toko kecil di Kompleks Pertokoan Pandawa No. 60 Jl. A. Yani Salatiga. Saat itu berbekal modal nekat juga kalau diingat-ingat. Beberapa bulan sebelumnya kami mulai berjualan selimut jepang.

Kenapa selimut jepang? Ya itupun juga nekat, sejak bergabung dengan komunitas TDA sering saya membaca iklan maupun testimoni mengenai selimut jepang. Awalnya saya tidak terlalu peduli, namun lama kelamaan penasaran juga setelah sering mendengar produk itu disebut-sebut. Apalagi pada saat itu Pak Hadi cukup sering mejadi sorotan karena menjelang resign dari TAM.

Berawal dari rasa penasaran akhirnya saya mencoba mengunjungi web Rajaselimut. Mulai testimoni, produk sampai ke harga saya browse dari halaman ke halaman. Rasa penasaran semakin menguat kok masa ada selimut sampai semahal itu harganya, lalu pakai serat akrilik yang konon lebih unggul ketimbang katun maupun polyester. Apa pula serat akrilik itu pikir saya. Motifnya sih cantik-cantik, apalagi yang animasi warnanya benar-benar memikat tapi kok semahal itu ya?

Suatu ketika setelah menerima pembayaran dari sebuah proyek yang saya kerjakan, sekali lagi dengan modal nekat kami (saya dan tunangan) memutuskan untuk menjadi agen selimut jepang. Padahal saat itu sama sekali belum pernah melihat sendiri wujud asli selimut jepang. Waktu itu syarat untuk menjadi agen masih ringan, cukup dengan modal Rp 2,5 jt sudah terdaftar sebagai agen. Setelah pilih-pilih model akhirnya tunangan saya menghubungi Ibu Ami untuk melakukan order pertama kami.

Sejak mentransfer uang kami sudah tidak sabar untuk segera melihat dan menyentuh sendiri seperti apa sih selimut jepang yang selama ini ramai diperbincangkan. Dua hari kemudian sebuah mobil angkutan ekspedisi berhenti di depan rumah dan menurunkan sebuah karung yang cukup besar. Berdebar sekali rasanya, bahkan sampai ingat waktu masih kecil dulu kalau ulang tahun dan waktunya membuka kado, yah kurang lebih seperti itulah perasaan saya saat itu.

Setelah karung dibuka (langsung sobek saja dengan cutter saking tidak sabarnya) kami benar-benar terkesima dengan “wujud nyata” selimut-selimut yang kami pesan. Lembutnya luar biasa, motif dan warnanya pun beda jauh dari selimut-selimut katun yang sering ditemukan di mall-mall kelas atas sekalipun. Bukan hanya kami, setiap orang di rumah yang saat itu melihat pun turut terpesona bahkan seorang tamu yang kebetulan sedang bertandang saat itu langsung tanya harganya dan jadilah pembeli pertama kami.

Sejak saat itu kami mulai menawarkan selimut ini ke kenalan-kenalan kami secara door to door. Awalnya hanya membawa katalog namun tidak mendapat respon positif akhirnya kami coba membawa langsung produk selimut sambil bertandang ke rumah kenalan-kenalan. Ternyata cara ini jauh lebih efektif dan mendapat respon yang luar biasa karena hampir semua orang kagum dengan kelembutannya. Saya sendiri yang kebetulan alergi juga memakai produk tersebut (ROY-1B) dan membuktikan bahwa memang klaimnya terbukti demikian pula dengan warnanya yang tidak pudar meski dicuci berkali-kali.

Saking optimisnya bahkan saat itu kami merancang sendiri brosur selimut jepang dengan cetakan yang sangat eksklusif. Pada brosur tersebut tertera keunggulan selimut sekaligus model-model yang tersedia. Brosur-brosur tersebut kami masukkan di dalam tas pembungkus selimut dengan harapan semakin meningkatkan penjualannya. Jadi soal memasukkan insert ke dalam kemasan selimut kami justru sudah lebih dulu daripada Sang Rajaselimut sendiri he..he.. Selain brosur kami juga merancang X-Banner untuk dipasang di teras rumah sekaligus dibawa di event-event bazaar.

Berawal dari situlah kami memberanikan diri menyewa sebuah toko kecil yang kondisinya saat itu tidak terlampau baik karena sudah cukup lama tidak digunakan. Kami mencoba melakukan renovasi dan merancang desainnya agar toko yang tadinya terlihat kecil dan suram jadi tampak menarik. Pemikiran kami saat itu outletnya harus sesuai dengan selimut jepang, biar kecil namun cantik dan menarik. Saat itu kami berdua sama-sama tidak punya pengalaman mengelola toko, yang penting saat itu action dulu. Sambil jalan sambil belajar kira-kira begitulah pikir kami.

Warna yang kami pilih untuk toko ini dominan merah dan putih. Bukan tanpa makna, warna merah identik dengan semangat dan keberanian. Maksudnya menjalankan usaha ini dengan penuh semangat dan berani take action, berani take a risk. Warna putih untuk kami melambangkan etika dan kejujuran, artinya dalam menjalankan usaha bukan hanya dilandasi oleh keberanian semata namun juga etika dan kejujuran. Seperti kata-kata Pak Tung: “Penjual untung pembeli juga untung”. Akhirnya berdirilah outlet pertama kami yang dinamai KAZOKU. (bersambung)