Senin, 17 Maret 2008

Widgets

on

Be the First: Memenangi Persepsi Pelanggan

Pada dasarnya setiap merek senantiasa bertempur untuk memperebutkan tempat di benak konsumen yang oleh para marketer dikenal sebagai PERSEPSI. Trout dalam sebuah tulisannya pernah menyebut bahwa untuk memperoleh tempat dalam persepsi pelanggan maka pilihannya adalah: menjadi yang terbaik, menjadi unik atau menjadi yang pertama. Artikel ini hendak memfokuskan pada pilihan yang ketiga yaitu menjadi yang pertama.

Peran marketer terhadap kesuksesan sebuah produk yang hendak di-launching di pasar sangatlah besar. Meski kesuksesannya tidak hanya ditentukan oleh kegiatan pemasaran namun kegiatan ini memberi kontribusi terbesar bagi keberhasilan sebuah produk di pasar. Sebaik apapun produk tersebut diciptakan atau sebaik apapun perhitungan keuangan yang dipersiapkan namun keduanya tidak menjamin produk akan diterima dengan baik oleh pelanggan tanpa peran marketer. Marketer semestinya juga tidak sekedar diartikan sebagai salah satu departemen atau fungsi dalam perusahaan, lebih dari itu marketer harus dipahami sebagai jiwa yang harus dimiliki oleh siapapun terlebih entrepreneur.

Sebelumnya penting untuk diluruskan mengenai kesalahan umum orang awam yang sering menyamakan antara marketer dengan salesman atau kegiatan marketing dengan kegiatan selling. Perlu dipahami bahwa antar keduanya saling terkait namun tidak sama. Pemasaran merupakan rangkaian kegiatan yang bertujuan menambah nilai suatu barang atau jasa. Kegiatan tersebut dapat dilakukan baik dengan memilih dan menentukan konsumen maupun menentukan product positioning yang tujuan utamanya adalah agar produk yang dilepas ke pasar sesuai dengan kebutuhan, daya beli dan tertanam dalam persepsi pelanggan. Gambaran aktivitas pemasaran tersebut hanyalah penyederhanaan sebab dalam kenyataannya sangatlah kompleks termasuk aktivitas untuk mengenali perilaku pelanggan, membangun opinion leader dan lain sebagainya.
Sedangkan kegiatan selling adalah aktivitas yang bertujuan untuk menjual barang atau jasa ke tangan pelanggan termasuk di dalamnya adalah mata rantai distribusi. Marketing sering disebut sebagai the mother of sales, sebab memang kegiatan menjual adalah lanjutan atau bentuk tindak
lanjut dari kegiatan pemasaran. Jadi yang sering disebut sebagai pemasaran oleh masyarakat awam sebenarnya adalah aktivitas menjual (selling) bukan memasarkan (marketing).

Kembali pada pembahasan mengenai peran marketer dalam keberhasilan sebuah produk di pasar. Sebaik apapun produk yang diciptakan tanpa peran marketer maka kecil kemungkinan produk tersebut akan diterima oleh pasar, mengingat bahwa marketer-lah yang berperan dalam membentuk persepsi.

Untuk menjadi yang pertama (be the first) di pasar maka diperlukan peran seorang pemasar yang jenius. Pemasar jenius adalah pemasar yang visioner sekaligus mampu mengaplikasikan visinya menjadi tindakan. Dengan kata lain pemasar jenius memerlukan keseimbangan antara otak kiri dan otak kanan, otak kanan digunakan untuk menciptakan mimpi yang menjadi visi sementara otak kiri mengaplikasikan visi tersebut. Sayangnya memang tipe visioner sekaligus aplikatif seringkali merupakan kombinasi yang jarang ditemui.

Pemasar jenius dalam masyakat sering dianggap sebagai orang yang “aneh” atau tidak wajar bahkan mungkin (maaf) tidak waras. Pada budaya masyarakat kita tipe-tipe semacam ini sering dicap negatif, karena sejak kecil kita selalu diajarkan untuk bersikap wajar, tertib dan teratur. Mengutip kata-kata salah seorang mentor pribadi saya Pak Purdi (owner Primagama Group) beliau sering mencontohkan ketika kita duduk di bangku TK hampir setiap anak ketika menggambar pemandangan selalu menggambar dua gunung, satu matahari dan sawah atau jalan di bawahnya dengan pola yang mirip-mirip. Menurut beliau ini adalah salah satu contoh bahwa otak kanan kita tempat dimana ide-ide kreatif muncul tidak dilatih sejak masa kanak-kanak.

Tanpa ide-ide kreatif yang muncul dari otak kanan sulit bagi seseorang untuk menjadi visioner. Mengapa demikian? Seorang yang visioner haruslah mampu melihat peluang dan kebutuhan sebelum orang lain menyadarinya. Tidak jarang orang-orang yang visioner justru dianggap kurang waras oleh masyarakat sebab mereka mampu berpikir beberapa langkah di depan orang lain.

Jika Anda pernah menyaksikan film “Envy” yang diperankan oleh Ben Stiller adalah salah satu contoh bagaimana dua orang tetangga yang bersahabat memiliki karakter yang berbeda. Satu di antaranya adalah tipe orang pada umumnya (common people) yang hidup teratur, mengejar karir sebagai pegawai, menyisihkan uang untuk merencanakan masa depan secara bertahap. Sementara di lain sisi tetangganya adalah tipe orang yang kreatif, berpikir melompat, selalu mencari ide-ide baru. Bisa ditebak bahwa orang pertama lebih mudah diterima masyarakat sementara orang kedua cenderung dianggap tidak wajar. Terlepas bahwa akhir cerita tidak menggembirakan namun justru tipe orang kedua tersebut adalah orang yang visioner dan tidak takut mewujudkan mimpinya (visinya).

Sosro menjadi teh botol pertama berkat kemampuannya memadukan visi dan aplikasi, demikian pula Aqua. Jika diikuti sejarahnya baik founding father Sosro maupun Aqua sama-sama dianggap aneh dan mungkin tidak waras oleh masyarakat. Masyarakat saat itu terbiasa menikmati teh hangat dan segar di dalam poci, tiba-tiba ditawarkan teh dalam kemasan botol. Demikian pula dengan Aqua yang pada saat itu masyarakat dengan sinis berpikir bahwa air bisa diperoleh dengan gratis kenapa ada yang repot-repot mengemas dan menjualnya? Siapa yang berpikir saat itu bahwa akan muncul generasi yang memuja kepraktisan atau siapa yang saat itu berpikir bahwa air bersih akan menjadi sumber daya yang langka dikemudian hari?

Sosro maupun Aqua membuktikan diri sebagai pemasar visioner dengan berpikir beberapa langkah ke depan sebelum orang lain menyadarinya. Bukan hanya itu keduanya gigih dalam memperjuangkan visi dan mampu mewujudkannya. Hasilnya keduanya menjadi pioneer dan trend setter di kategori masing-masing.

Be the first! Itulah yang terjadi pada Sosro dan Aqua sehingga mereka dengan kuat menancapkan mereknya di persepsi pelanggan. Jika merek telah menancap kuat di persepsi pelanggan maka selanjutnya tinggal bagaimana melakukan maintenance dan ini jauh lebih mudah daripada para trend follower yang mencoba menantang market leader yang biasanya adalah trend setter.

Setelah sukses menjadi yang pertama bukan berarti juga bahwa tugas telah selesai, terbukti Sosro dan Aqua tetap aktif melakukan kampanye bellow the line dan above the line sekaligus inovasi untuk mempertahankan keunggulan kompetitif. Tidak jarang mereka yang telah mampu to be the first menjadi lengah hingga kompetitor mampu merebut pangsa pasar yang sudah mereka ciptakan. Inovasi dan menyelami kebutuhan pelanggan yang dinamis mutlak diperlukan untuk menjaga keunggulan kompetitif yang telah dimiliki.

Honda (divisi sepeda motor) di Indonesia sukses to be the first untuk sepeda motor 4 tak yang terkenal irit dan ramah lingkungan ketika para kompetitor masih sibuk berinovasi dengan mesin 2 tak. Persepsi ini kuat dibenak pelanggan saat itu, namun Honda sempat lengah dan terlalu percaya diri dengan keunggulannya sehingga tidak banyak melakukan inovasi dan kurang peka akan kebutuhan pelanggan. Akibatnya ketika kompetitor mulai beralih ke mesin 4 tak posisi Honda di pasar terpukul cukup telah terutama oleh Yamaha yang tampak lebih berusaha merebut persepsi dan bahkan hati pelanggan.

Kesimpulan yang bisa diambil dari uraian di atas adalah bahwa persaingan di pasar pada hakekatnya adalah persaingan untuk memperoleh tempat di benak pelanggan (persepsi). Salah satu cara untuk memperoleh tempat dalam persepsi pelanggan adalah dengan menjadi yang pertama dalam kategori produk (be the first), untuk itu diperlukan pemasar jenius yang visioner sekaligus mampu menerapkan visinya. Keberhasilan be the first bukanlah keunggulan kompetitif yang abadi, karenanya diperlukan upaya untuk mempertahankan posisi tersebut antara lain adalah dengan inovasi namun di atas semua itu adalah kemampuan memahami kebutuhan pelanggan yang dinamis dan senantiasa berubah dengan sangat cepat.

Tantangan lain bagi trend setter adalah pada merk, hal ini juga sempat dialami oleh Aqua yang menjadi merk generic. Mengenai merek generic akan dibahas pada artikel lain. (Satrio A.
Wicaksono, Associate SINERGI CONSULTING)


Copyright ©2008 SINERGI CONSULTING
Diperkenankan mengutip dengan untuk kepentingan non komersial dan dengan menyertakan sumbernya